Siapa yang tidak mengenal Indra Sjafri? Dia adalah salah satu pelatih paling berprestasi dalam sejarah sepak bola Indonesia. Namun, siapa sangka, ia pernah mengalami masa sulit tanpa menerima gaji selama 17 bulan. Kok bisa?
Meskipun Indra Sjafri belum pernah menjadi pemain Timnas Indonesia, pria berusia 61 tahun ini berhasil mencetak banyak pemain berbakat untuk tim nasional.
Beberapa waktu lalu, Indra Sjafri kembali mencatatkan prestasi dengan membawa Timnas Indonesia U-19 menjadi juara Piala AFF U-19 2024, mengulang kesuksesan yang pernah diraihnya pada 2013 di ajang yang sama.
Salah satu pencapaian spektakuler lainnya adalah memutus penantian panjang selama 32 tahun untuk meraih medali emas di SEA Games. Di bawah kepemimpinannya, Timnas Indonesia meraih medali emas di SEA Games 2023, mengulang sukses terakhir kali di Manila, Filipina, pada tahun 1991.
Tak hanya itu, “Sentuhan Midas” Indra Sjafri juga terlihat ketika ia membawa Timnas Indonesia U-22 menjuarai Piala AFF U-22 2019.
Keberhasilan ini semakin mengangkat nama Indra Sjafri di langit sepak bola Indonesia. Namun, meski banyak menuai prestasi, ia tetap rendah hati dan terus membumi.
Awal Kisah Menangani Tim Nasional Kategori Usia
Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Sport77 Official baru-baru ini, Indra Sjafri berbagi cerita tentang perjalanan hidupnya, termasuk trofi-trofi yang telah ia raih bersama anak asuhnya.
“Ini bukan hanya berkat saya, tetapi juga berkat kerja sama tim. Kita harus menyelamatkan sepak bola Indonesia dan menunjukkan bahwa kita masih punya prestasi,” ujar Indra Sjafri.
“Saya pertama kali masuk ke timnas pada 2011, menangani Timnas Indonesia U-16 di Kualifikasi Piala AFC di Bangkok. Saat itu ada 56 atau 58 pemain, dan saya memilih 23 pemain untuk dibawa ke Bangkok. Alhamdulillah, empat kali main, lima kali kalah,” kata Indra Sjafri sambil tertawa kecil.
“Jadi jangan hanya lihat keberhasilannya saja. Saya pernah gagal di situ, tapi Alhamdulillah saya tidak dipecat, mungkin karena saat itu tidak banyak pelatih yang berminat menangani tim usia muda,” kenangnya.
Menurut pelatih berpengalaman ini, sosok penting yang membuatnya tidak dipecat adalah legenda sepak bola Indonesia sekaligus mantan petinggi PSSI, Bob Hippy.
“Orang yang paling berjasa kepada saya adalah Om Bob Hippy. Setelah pulang dari Bangkok, saya dievaluasi. Om Bob bilang, ‘ya sudah lanjutkan saja’,” ujar Indra Sjafri.
Berjuang di Era Dualisme Federasi
Pelatih asal Sumatra Barat ini juga mengungkapkan bahwa pemain yang dibawanya ke Bangkok sebagian besar berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Dari semua pemain tersebut, hanya dua yang kini tetap eksis, yaitu Muhammad Hargianto dan Bagas Adi Nugroho.
“Dari 58 pemain itu, sebagian besar berasal dari DKI dan sekitarnya. Dengan hanya dua pemain yang sekarang menjadi pemain profesional, berarti rekrutmennya kurang tepat. Setelah itu, saya mulai mencari pemain sendiri,” ujar Indra Sjafri.
“Idealnya harus ada kompetisi, tetapi waktu itu tidak ada. Akhirnya, saya pergi ke 34 provinsi dari 2012 hingga 2013 untuk membentuk tim nasional era Evan Dimas dan kawan-kawan.”
“Dinamika saat itu luar biasa. Orang bilang, untuk sukses, organisasi harus bagus, modal harus kuat, dan program harus tepat. Tapi saat itu, PSSI masih dalam dualisme dengan KPSI. Saya bekerja di tengah dualisme organisasi.”
“Yang lebih parah lagi, ketika saya pergi ke daerah-daerah, dukungan dari PSSI minim. Puncaknya, saya sempat tidak digaji selama 17 bulan. Kalau tidak percaya, tanyakan saja ke Pak La Nyalla Mattalitti, karena saat itu Pak La Nyalla yang membayar gaji saya,” ungkapnya.
Sempat Tak Digaji 17 Bulan
Meskipun di tengah badai, Indra Sjafri tetap fokus pada tanggung jawabnya. Tantangan besar tidak membuatnya menyerah, dan hasilnya sungguh luar biasa.
“Kenapa sekarang bisa sukses? Karena saya melewati proses yang pahit dan penuh perjuangan. Sempat 17 bulan saya tidak digaji. Kalau tidak percaya, tanya saja ke Pak La Nyalla Mattalitti,” pungkasnya.